CRITICAL
LEGAL STUDIES*
Sejarah
Gerakan Critical Legal Studies.
Critical
Legal Studies adalah suatu gerakan oleh akademisi hukum beraliran kiri(leftist),
yang lahir karena pembangkangan atas ketidakpuasan terhadap teori dan praktek
hukum yang ada pada dekade 1970-an, khususnya terhadap teori dan praktek hukum
dalam bidang-bidang :
- pendidikan hukum
- pengaruh politik yang sangat kuat terhadap dunia hukum
- kegagalan peran hukum dalam menjawab permasalahan yang ada
Critical
Law Studies mulai eksis dalam dekade 1970-an yang merupakan hasil dari suatu
konferensi tahun 1977 tentang Critical Legal Studies di Amerika Serikat,
sedangkan di Inggris gerakan Critical Legal Studies dibentuk pada tahun 1984.
Pada
koferensi Critical Legal Studies tahun 1974 dibicarakan tentang adanya
kesenjangan yang besar antara hukum dalam teori (law in box) dengan
hukum dalam keyataan (law in action) dan kegagalan dari hukum
dalam merespon masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat.
Latar
belakang lahirnya ajaran Critical Legal Studies adalah fokus sentral
pendekatan Critical Legal Studies adalah untuk mendalami dan
menganalisis keberadaan doktrin-doktrin hukum, pendidikan hukum, dan praktek
institusi hukumyang menopang dan mendukung sistem hubungan-hubungan yang
oppressive dan tidak egaliter. Teori kritis bekerja untukmmengembangkan
alternatif lain yang radikal, dan untuk menjajaki peran hukum dalam menciptakan
hubungan politik, ekonomi dan sosial yang dapat mendorong terciptanya
emansipasi kemanusiaan (peter fitzpztrick, 1987: 2).
Konsep
Critical Legal Studies
Aliran
Critical Legal Studies meiliki beberapa karakteristik umum sebagai berikut
1. Aliran Critical Legal Studies ini
mengkritik hukum yang berlaku yang nyatanya memihak ke politik, dan sama sekli
tidak netral
2.
Ajaran
Critical Legal Studies ini mengkritik hukum yang sarat dan dominan dengan
ideologi tertentu
3.
Aliran
Critical Legal Studies ini mempunyai komitmen besar terhadap kebebasan
individual dengan batasan tertentu, karena aliran ini berhubungan dengan
emansipasi kemanusiaan
4.
Ajaran
Critical Legal Studies ini kurang mempercayai bentu-bentuk kebenaran yang
abstrak dan pengetahuan yang benar-benar obyektif. Karena itu ajaran Critical
Legal Studies menolak keras ajaran-ajaran dalam positivisme hukum
5. Aliran Critical Legal Studies ini
menolak perbedaan antara teori dan praktek, dan menolak juga perbedaan antara
fakta dan nilai, yang merupakan karakteristik dari paham liberal.
Pada
prinsipnya aliran Critical Legal Studies menolak anggapan ahli hukum
tradisional yang mengatakan :
Ø Hukum itu objektif
Ø Hukum itu sudah tentu
Ø Hukum itu netral
Aliran
hukum kritis mempunyai pandangan :
- Hukum mencari legitimasi yang salah
- Hukum dibelenggu oleh kontradiksi-kontradiksi
- Tidak ada yang namanya prinsip-prinsip dasar dalam hukum
- Hukum tidak netral
Dengan
kata lain Critical Legal Studies berada dalam posisi meminjam istilah
Inul oposisi, sehingga aliran ini tidak akan pernah berhenti untuk
bergerak dan terus mengkritisi hukum yang ada, karena jika aliran ini terdiam
maka aliran ini akan kembali terjebak pada positivisme hukum
Berangkat
dari pemikiran dan gejolak sosial, critical legal study dipengaruhi oleh tiga pilar: ajaran kiri baru mazhab Frankfurt, ajaran
postmodern dan ajaran realism hukum. Ajaran yang ditegaskan
melalui criticical legal study didominasi
oleh krtik terhadap metanarasi-metanarasi yang
mengagungkan objektivisme,
formalisme dan positivisme.
Oleh
karena aliran critical legal
study dipengaruhi oleh ajaran kiri, maka aliran ini melakukanstudy terhadap ketidakpercayaan
aturan, perundang-undangan yang dibuat oleh negara. Legislatif merancang
undang-undang dipengaruhi oleh dua kepentingan antara relasi kuasa dan pasar
(ekonomi). Dalam perundang-undangan kemudian sengaja diciptakan bahasa
perundang-undangan yang “bias”, dan dapat ditafsirkan berdasarkan
kepentingan penguasa. Hakim menafsirkan pasal-pasal berdasarkan kehendaknya
sendiri. Karena bagi critical
legal study, seorang hakim sulit dilepaskan dari pengaruh dan
gejala politik sertapsychologys ketika menjatuhkan
putusan dalam perkara di pengadilan.
Aliran
critical legal studies merupakah suatu aliran yang bersikap anti – liberal,
antiobiektivisme, antiformalisme, dan antikemapanan dalam teori dan filsafat
hukum, yang dengan dipengaruhi oleh pola pikir postmodem, neomarxism, dan realisme
hukum, secara radikal mendobrak paham hukum yang sudah ada sebelumnya, yang
menggugat kenetralan dan keobjektifan peran dari hukum, hakim, dan penegak
hukum lainnya terutama dalam hal keberpihakan hukum dan penegak hukum terhadap
golongan yang kuat/mayoritas/berkuasa/kaya dalam rangka mempertahankan
hegemoninya, atau keberpihakan hukum terhadap politik dan ideologi tertentu, di
mana aliran critical legal studies ini dengan menolak unsur kebenaran objektif
dari ilmu pengetahuan hukum, dan menolak-pula kepercayaan terhadap unsur
keadilan, ketertiban, dan kepastian hukum yang objektif, mereka mengubah haluan
hukurn untuk kernudian digunakan sebagai alat untuk menciptakan emansipasi
dalam dunia politik, ekonomi, dan sosial budaya.
aliran critical legal studies,
yang antara lain merupakan refleksi aliran postmodem ke dalam bidang hukum
mencoba memberikan suatu jawaban atau minimal merupakan suatu kritikan terhadap
kenyataan bahwa hukum pada akhir abad ke-20 memang timpang, baik dari segi
tataran teoritis, filsafat, maupun dalam tataran praktisnya. Di samping itu,
dengan pendekatan secara induktif, bergerak dari kenyataan hukum yang
diterapkan dalam masyarakat, menyebabkan para pemikir hukum pada akhir abad
ke-20 terpaksa harus mengakui beberapa premis hukum baru, yang
memporak-porandakan premis hukum yang lama.
Latar
Belakang Lahirnya Critical Legal Studies
fokus sentral pendekatan Critical Legal Studies adalah untuk mendalami dan menganalisis keberadaan doktrin-doktrin
hukum, pendidikan hukum, dan praktek institusi hukumyang menopang dan mendukung
sistem hubungan-hubungan yang oppressive dan tidak egaliter. Teori kritis
bekerja untuk mengembangkan alternatif lain yang radikal, dan untuk menjajaki
peran hukum dalam menciptakan hubungan politik, ekonomi dan sosial yang dapat
mendorong terciptanya emansipasi kemanusiaan (peter fitzpztrick, 1987:
2).
Sebagaimana
diketahui bahwa banyak kekecewaan terhadap filsafat,teori, dan praktek hukum
yang terjadi di paruh kedua dari abad ke-20. Sedangkan
aliran lama yang mainstream saat itu., semisal aliran realisme hukum, di
samping perannya semakin tidak bersinar, semakin tidak populer, dan juga
ternyata tidak dapat menjawab berbagai tantangan zaman di bidang hukum. Sangat
terasa, terutama pada akhir abad ke-20, bahwa diperlukan adanya suatu aliran
dan gebrakan baru dalarn praktek, teori, dan filsafat hukum untuk menjawab
tantangan zaman tersebut. Maka, aliran critical legal studies datang pada saat
yang tepat dengan menawarkan diri sebagai pengisi kekosongan dan kehausan akan
doktrin – doktrin baru dalarn hukum kontemporer.
Aliran
critical legal studies mengritik aliran-aliran hukum yang sedang berkembang
saat itu yang diyakini oleh sebagian besar ahli hukum sebagai aliran modern
dalarn hukum. Aliran-aliran hukurn yang dibilang modern tersebut memiliki
-karakteristik yang liberal dan plural, sama dengan paham yang berlaku pada
umumnya di bidang-bidang sosial dan politik lainnya, Karena itu, ke dalam
bidang hukum, aliran-aliran hukum yang mendapat kecaman keras dari aliran
critical legal studies tersebut, disebut dengan liberalisirne dan pluralisme
hukum.
Critical
Legal Studies Sebagai Tanggapan Terhadap Ketidakberdayaan Hukum
Menyadari
akan kebobrokan hukum yang sudah sampai pada tataran teoretis dan filsafat ini,
maka pada akhir abad ke-20, tepatnya mulai dekade 1970-an, beberapa ahli hukum
mulai melihat hukum dengan kacamata. yang kritis, bahkan sangat kritis, dengan
gerakannya. yang terbilang revolusioner, akhirnya memunculkan suatu aliran baru
dalarn filsafat hukum, yang kemudian dikenal dengan sebutan “aliran hukum
kritis” (critical legal studies). Meskipun aliran critical legal studies belum
tentu juga mempunyai teori yang bersifat alternatif, tetapi paling tidak, dia
sudah punya. sejarah.
Di
samping itu, aliran critical legal studies ini juga berbeda secara konsepsi
dengan pendekatan hukum secara sosiologis (sociolegal studies).
Pendekatan pada hukum secara sosiologis memiliki kelemahan utama berupa
terabaikannya karakter orientasi kebijaksanaan hukum (policy oriented).
Khusus untuk masalah ini, berbagai alternatif pendekatan baru telah dilakukan
oleh para ahli hukum, seperti munculnya ajaran berupa sosiologi hukum kritis (critical
sociology of law) atau pendekatan pada hukum (dan juga pada fenomena sosial
lainnya) berupa pendekatan secara dialektikal yang modern, semacam yang
dilakukan oleh ahli pikir seperti Derrida, atau bahkan seperti yang
dimunculkankan oleh Hegel, yang kemudian dikembangkan lebih lanjut, antara.
lain oleh Bhaskar, dengan doktrinnya berupa “realisme kritikal dialektis” (dialectical
critical realism). Pendekatan nonkonvensional terhadap hukum seperti ini
sudah barang tentu sangat bertentangan dengan pendekatan-pendekatan hukum
secara klasik, yang terialu menekankan pada cara berpikir “identitas” (identity
thinking).
C. Critical
Legal Studies, Formalisme, dan Pluralisme Hukum
Sebagaimana
diketahui bahwa aliran critical legal studies merupakan reaksi terhadap
aliran-aliran hukum sebelumnya, di mana aliran hukum sebelumnya tersebut sangat
berpegang pada. paradigma bahwa hukum terpisah dengan faktor politik dan moral,
dengan mengagung-agungkan manusia sebagai pernegang hak individual dan
penyandang kewajiban hukum, dan dengan mengabaikan hubungan politik dan sosial
di antara para anggota masyarakat.
Di
samping itu, menurut paham formalisme hukum, hukum bersifat imperatif, karena
hukum tersebut dibuat oleh negara. dan alat-alat pelengkapan negara bertugas untuk
menjalankan hukum tersebut. Pemerintah bersama~sama dengan DPR mempunyai
otoritas untuk membuat undang-undang, yang akan diterapkan oleh hakim di
pengadilan. Pemikiran seperti ini membawa akibat bahwa validitas hukum tidak
lagi dilihat pada aspek substantifnya. Yang dilihat hanyalah faktor formalnya,
seperti keabasahan prosedur pembuatan dan penerapan hukum, kewenangan pejabat
pembuat dan penerap hukum, dan lain-lain.
D.
Critical Legal Studies dan Sejarah Hukum
Aliran
critical legal studies juga banyak memberikan pandangannya yang secara langsung
atau tidak langsung berkaitan dengan sejarah hukum.
Selanjutnya,
kaum critical legal studies juga. Tidak percaya pada pandangan kaurn
adaptationism, baik terhadap pandangan kaurn adaptationism yang deskriptif
maupun terhadap pandangannya yang normatif. Pandangan
yang deskriptif dari kaurn adaptationism menyatakan bahwa sejarah masa lalu
hanya berisikan suatu daftar dari tema-tema umurn saja, sedangkan pandangannya
yang normatif menyatakan bahwa. masa kini merupakan perbaikan yang
terus-menerus terhadap masa lalu sehingga. apa yang terjadi masa kini harus
disambut dengan baik.
Sebenarnya,
yang pertama sekali mengembangkan terminologi “teori kritis” adalah mazhab
frankfurt, yang dipelopori oleh para anggota dari Institute for Social Research
dari University of Frankfurt, yang umumnya merupakan para sarjana berhaluan
kiri. Kemudian, istilah “teori kritis” ini, yang sebenarnya tidak begitu jelas
batas-batasnya, berkembang ke berbagai bidang ilmu, yang di kembangkan antara
lain oleh sarjana atau kelompok dari sarjana dalam bentuk teori-teori sebagai
berikut: Teori marxist dari Frankfurt School, Teori semiotic and
linguistic dari Julia Kristeva dan Roland Barthes, Teori psychoanalythic dari
Jacquest Lacan, Critical legal studies dari Roberto Unger dan Duncan
Kennedy, Teori queer, Teori gender, Teori kultural, Teori critical race, Teori
radical criminology.
E.. Critical
Race Theory ( Race – Crits )
Sebagaimana
diketahui bahwa konferensi pertama yang menandakan lahirnya gerakan critical
legal studies ini dibuat dalam tahun 1977 di University of Wisconsin, Medison,
dalam tahun 1977. Lebih kurang dua puluh tahun kemudian, muncul dua
pengembangan yang merupakan generasi kedua dari aliran critical legal studies,
yaitu aliran critical feminist jurisprudence dan aliran critical race theory.
F. Respons
dari Kaum Ortodoks Terhadap Critical Legal Studies
Sebagai
suatu ajaran dalarm filsafat, sudah barang tentu aliran critical legal studies
ini mendapat resp6ns dan kritik dari berbagai sudut pandang. Di antara respons
yang penting terhadap aliran critical legal studies tersebut adalah responsns
dari kaum ortodoks, yang merupakan para penganut dari aliran liberal dalam hukum.
Pada pnn.sipnya, mereka mengritik aliran critical legal studies ini, baik dari
segi indeterminasi dan legitimasi maupun dari hasil yang didapati. Mernang
banyak ahli hukum menyatakan bahwa karena posisi yang diambil oleh aliran
critical legal studies ini sangat ekstrem, dalam, banyak hal malahan
overstated, menyebabkan mereka sangat mudah dikritik oleh pihak yang tidak
menyetujuinya.
Critical
Legal Studies Tentang Kekuasaan dan Masyarakat
A. Peranan
Hukum dalam Masyarakat
Bagaimanapun
juga, hukum mengatur kepentingan masyarakat. Karena itu, tentu saja, peranan
hukum dalam’masyarakat yang teratur seharusnya cukup penting. Tidak bisa
dibayangkan betapa kacaunya
masyarakat jika hukum
tidak berperan. Masyarakat tanpa hukum akan merupakan segerombolan serigala, di
mana yang kuat akan memangsa yang lemah, sebagaimana pernah disetir oleh ahli
pikir terkemuka, yaitu Thomas Hobbes beberapa ratus tahun yang silam. Homo
Homini Lupus. Dan, yang kalah bersaing dan fidak bisa beradaptasi dengan perkembangan
alam akan tersisih dan dibiarkan tersisih, sebagaimana disebut oleh Charles
Darwin dalam teori seleksi alamnya (natural selection), di mana yang
kuat yang akan survive (the fittest of survival). Karena itu, intervensi
hukurn untuk mengatur kekuasaan dan masyarakat merupakan conditio sine qua non
(syarat mutlak), Dalam hal ini, hukum akan bertugas untuk mengatur dan
membatasi bagaimana kekuasaan manusia tersebut dijalankan sehingga tidak
menggilas orang’lain yang tidak punya kekuasaan.
Critical
Legal Studies Menurut Roberto Unger
A. Kritik
Terhadap Paham Formalisme dan Objektivisme
Ketika
paham formalisme tidak menggantungkan diri pada unsur-unsur dlluar hukum apa
yang mereka lakukan hanyalah melakukan analogl-analogi. Dengan demikian, apa
yang.mereka sebut sebagai penalaran hukum (legal reasoning) hanyalah semacam
permainan analogi saja yang tidak ada akhirnya. Padahal, hak-hak manusia dan
masyarakat tidak layak untuk selamanya dipertahankan hanya dengan menggunakan
analogi. Lihat saja, misalnya, bagaimana seorang mahasiswa hukum yang cerdas
dengan mudah dapat membantah keputusan hukum.
Roberto
Unger mengakui tentang adanya penjabaran dari pihak yang boleh dibilang
konservatif terhadap kritik kaurn critical legal studies tentang formalisme.
Menurut pihak konservatif tersebut, kritikan oleh kaurn critical legal studies
tersebut hanya valid jika ditujukan terhadap konstruksi hukum yang sistematik
dari para, ahli hukurn yang sangat ambisius.dan tidak valid jika ditujukan
terhadap argumentasi yang khusus dan problem oriented dari pihak lawyer dan
hakim dalarn praktek. Akan tetapi, menurut Unger, kritik kaum critical legal
studies terhadap ajaran formalisme, ~sebenarnya juga dalam rarigka
mempertahankan ajaran formalisnie dengan berbagai argumentasi, di samping,juga
dalarn rangka menunjukkan bahwa tidak benar tindakan yang memisahkan antara
penalaran hukum (legal reasoning) dan politik, ideologi, dan filsafat
(Roberto Unger, .1986: 11).
B. Konsep
– Konsep dari Aliran Critical Legal Studies
Telaahan
dari para penganut aliran critical legal studies terhadap hukum juga ikut
membicarakan antara peranan dari fakta (praktek) dan nilai (ide). Argumen konstruktif
mereka, yakni dalarn bentuk program-program institutional dan pelaksanaan
doktrin deviatidnist, menelaah hubungan antara praktek dan ide, yang selalu
dipengaruhi oleh konflik sosial yang diaktualisasi dalarn bbrbagai bentuk
eksperimen kolektif. Para penganut aliran critical legal studies menganalisis
dengan kritis terhadap doktrindoktrin hukum dan tradisi hukurn yang ada yang
mengikat manusia dan masyarakat. Menurut mereka, setiap tradisi penuh, dengan
hal-hal yang ambiguitas, yang sangat memungkinkan timbul argumentasi alternatif
yang bersifat persuasif.
Para
pengritik memperbedakan antara fakta dan preskriptif (norma) sehingga mereka
sampai pada pendapat tentang ketidaklayakan dasardasar sekular mengenai suatu
putusan yang normatif., Dalam hal ini, peranan agama-agama dapat memperjelas
duduk persoalan yang mengajarkan bahwa apa yang imperatif dilakukan dalam hidup
adalah visi tentang kenyataan yang sebenarnya (ultimate reality). Para
pengritik percaya bahwa tanpa adanya hubungan antara visi dan imperatif, akan
sia-sialah dan tidak mempunyai dasar terhadap setiap usaha untuk mensakralkan
setiap perintah yang mesti diikuti oleh manusia.
C. Program
– program Institusional dari Aliran Critical Legal Studies
Para
penganut aliran critical legal studies juga mengritik pandangan modern tentang
organisasi pemerintahan. Sebab, menurut para penganut aliran critical legal
studies tersebut bahwa setiap sarana untuk membatasi kekuasaan hegara, akan
cenderung juga merugikan masyarakat. Karena itu, diperlukan suatu cara yang
bersifat resolusi, di mana dapat terjadi pembatasan kekuasaan negara tanpa
membatasi aktivitas negara yang bersifat transformatif.
FILSAFAT HUKUM INDONESIA
Tujuan
dari filsafat hukum indonesia :