Selasa, 27 November 2012

Realisme Hukum

Realisme Hukum

Aliran filsapfat ini merupakan pemikiran-pemikiran pada zaman postmodern, yakni pada abad 20. Realisme hukum ini dimulai dari realisme yang ada di physical world bukan yang ada pada platonic world. Menjadi latar belakang terbentuknya atau lahirnya realisme hukum ini yakni:

a.       Adanya gugatan terhadap nilai-nilai tradisional yang dipelihara dan sudah mapan (dianggap memang seharusnya seperti itu), yakni nilai-nilai yang menganggap bahwa hukum itu ideal.
b.      Karena berkembangnya ilmu-ilmu perilaku, seperti sosiologi dan psikologi yang membuat masyarakat disetir oleh mitos-mitos seperti agama.
c.       Akibat dari laporan-laporan hasil survei terhadap kinerja hukum yakni aturan hukum dan penegak hukum.

Terdapat sembilan titik tolak untuk menjadi seorang realis, yakni:

1.      Konsepsi bahwa hukum itu bergejolak, selalu bergerak dan selalu ada kreasi atau hukum tidaklah pernah tenang.
2.      Hukum adalah alat untuk mencapai tujuan-tujuan sosial, yakni hukum adalah untuk masyarakat.
3.      Konsepsi bahwa masyarakat juga bergejolak dan gejolaknya lebih dahsyat dan lebih cepat dari pada hukum.
4.      Pada dasarnya tidak mau membedakan “is” dan “ought” karena hukum adalah hukum. Karena ought itu tidak pernah ada yang ada hanyalah is yakni fakta.
5.      Tidak percaya pada aturan-aturan hukum dan konsep-konsep tradisional. Karena tidak bisa menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi. Dan tidak percaya bahwa hukum bisa percaya bahwa hukum bisa ditegakkan hukum 100%, karena bisa ada transaksi didalamnya.
6.      Tidak mempercayai teori yang mengatakan bahwa aturan-aturan preskriptif tradisional dijadikan acuan dalam merancang putusan pengadilan.
7.      Harus memulai dari analisis mikro kalau ingin menganalisis secara benar. Karena dari hal-hal kecil tersebut dianggap penting.
8.      Selalu ingin mengevakuasi efek dari hukum karena harus memiliki dampak dalam masyarakat.
9.      Karena adanya saringan yang terfokus, terprogram, dan berkelanjutan terhadap problem-problem hukum yang menawarkan solusi yang konkrit.

Bila dipersempit, ke sembilan hal tersebut dapat menjadi:

1.      Realisme hukum menjadi aliran yang menyerang formalisme hukum (positivisme hukum)
2.      Hukum haruslah dikreasikan dan dibuat oleh hakim atau hakim yang menjadi motor.
3.      Hukum menjadi alat untuk mencapai tujuan sosial
4.      Hakim juga manusia. Sehingga tetap harus berhati-hati dengan hakim.

Macam-macam dalam realisme hukum terbagi menjadi:

a.       Amerika
Yakni ada Rule skeptics dengan tokoh yakni Holmes, Karl Liewellyn adalah aliran yang demi kebaikan. yakni menyatakan bahwa adanya keraguan terhadapa niat baik dari pembuat undang-undang. Lalu terdapat pula aliran Fact skeptics dengan tokoh Jerome Frank yakni mengemukakan bahwa sama sekali tidak mempercayai atau meragukan fakta.
b.      Skandinavia yang mengemukakan teori Metaphysic Skeptics. Berlaku pada wilayah Eropa utara dengan sistem hukum civil law.

Dasar berpikir dari Realisme hukum dikemukakan oleh beberapa tokoh yakni:

1.      Oliver Wendell Holmes Jr (1841-1935)
Menyatakan bahwa hidupnya hukum tidaklah logis karena merupak suatu pengalaman. Lalu, hukum harus dilihat dari sudut pandang orang yang buruk dan ketetapan yang dikeluarkan pengadilan pada kenyataannya tidak lebih istimewa dari hukum.
2.      Karl Liewellyn
Menyatakan bahwa hukum yang ideal adalah hukum yang mengejakan tentang penyelesaian sengketa.
3.      Jerome Frank (1869-1957)
Yakni tidak perlu selalu menjaga prekredibilitas putusan, hakim membuka diri untuk memutuskan berbeda di tiap kasus.Paling ekstrem Menurut Frank, Holmes dan Llewellyn dinilainya hanya RULE SKEPTICS, seorang realis harusnya FACT-SKEPTICS. Skeptisme kaum realis :
Apakah mungkin ada aturan yang berlaku general sebagai PREMIS MAYOR? Rule-skepticism karena :
-   Hukum tidak bekerja seperti bunyi undang-undang
-   Konsep “the rule of law” hanyalah teoritis; yang berlaku “the rule of the ruler”
-   The have always comes out ahead

Fact Skeptics
Apakah ada kemampuan secara tepat merekonstruksi fakta-fakta sebagai PREMIS MINOR? (karena fakta-fakta diarahkan menurut rancangan si pembuat undang-undang. Sehingga ukurannya adalah:
a.       Setiap kasus adalah unik adanya fakta kemajemukkan yang harus diperhatikan.
b.      Hukum ditentukan oleh struktur kasus atau pendekatan mikro.
c.       Kemampuan merekonstruksi fakta makin jauh setelah kasus memasuki pengadilan banding.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar