Realisme
Hukum
Aliran filsapfat ini merupakan pemikiran-pemikiran
pada zaman postmodern, yakni pada abad 20. Realisme hukum ini dimulai dari
realisme yang ada di physical world bukan yang ada pada platonic world. Menjadi
latar belakang terbentuknya atau lahirnya realisme hukum ini yakni:
a. Adanya
gugatan terhadap nilai-nilai tradisional yang dipelihara dan sudah mapan
(dianggap memang seharusnya seperti itu), yakni nilai-nilai yang menganggap
bahwa hukum itu ideal.
b. Karena
berkembangnya ilmu-ilmu perilaku, seperti sosiologi dan psikologi yang membuat
masyarakat disetir oleh mitos-mitos seperti agama.
c. Akibat
dari laporan-laporan hasil survei terhadap kinerja hukum yakni aturan hukum dan
penegak hukum.
Terdapat sembilan titik tolak untuk menjadi seorang
realis, yakni:
1. Konsepsi
bahwa hukum itu bergejolak, selalu bergerak dan selalu ada kreasi atau hukum
tidaklah pernah tenang.
2. Hukum
adalah alat untuk mencapai tujuan-tujuan sosial, yakni hukum adalah untuk
masyarakat.
3. Konsepsi
bahwa masyarakat juga bergejolak dan gejolaknya lebih dahsyat dan lebih cepat
dari pada hukum.
4. Pada
dasarnya tidak mau membedakan “is”
dan “ought” karena hukum adalah
hukum. Karena ought itu tidak pernah
ada yang ada hanyalah is yakni fakta.
5. Tidak
percaya pada aturan-aturan hukum dan konsep-konsep tradisional. Karena tidak
bisa menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi. Dan tidak percaya bahwa hukum
bisa percaya bahwa hukum bisa ditegakkan hukum 100%, karena bisa ada transaksi
didalamnya.
6. Tidak
mempercayai teori yang mengatakan bahwa aturan-aturan preskriptif tradisional
dijadikan acuan dalam merancang putusan pengadilan.
7. Harus
memulai dari analisis mikro kalau ingin menganalisis secara benar. Karena dari
hal-hal kecil tersebut dianggap penting.
8. Selalu
ingin mengevakuasi efek dari hukum karena harus memiliki dampak dalam
masyarakat.
9. Karena
adanya saringan yang terfokus, terprogram, dan berkelanjutan terhadap
problem-problem hukum yang menawarkan solusi yang konkrit.
Bila dipersempit, ke sembilan hal tersebut dapat
menjadi:
1. Realisme
hukum menjadi aliran yang menyerang formalisme hukum (positivisme hukum)
2. Hukum
haruslah dikreasikan dan dibuat oleh hakim atau hakim yang menjadi motor.
3. Hukum
menjadi alat untuk mencapai tujuan sosial
4. Hakim
juga manusia. Sehingga tetap harus berhati-hati dengan hakim.
Macam-macam dalam realisme hukum terbagi menjadi:
a. Amerika
Yakni ada Rule skeptics dengan
tokoh yakni Holmes, Karl Liewellyn adalah aliran yang demi kebaikan. yakni menyatakan
bahwa adanya keraguan terhadapa niat baik dari pembuat undang-undang. Lalu
terdapat pula aliran Fact skeptics dengan tokoh Jerome Frank yakni mengemukakan
bahwa sama sekali tidak mempercayai atau meragukan fakta.
b. Skandinavia
yang mengemukakan teori Metaphysic Skeptics. Berlaku pada wilayah Eropa utara
dengan sistem hukum civil law.
Dasar berpikir dari Realisme hukum dikemukakan oleh
beberapa tokoh yakni:
1. Oliver
Wendell Holmes Jr (1841-1935)
Menyatakan bahwa hidupnya hukum
tidaklah logis karena merupak suatu pengalaman. Lalu, hukum harus dilihat dari
sudut pandang orang yang buruk dan ketetapan yang dikeluarkan pengadilan pada
kenyataannya tidak lebih istimewa dari hukum.
2. Karl
Liewellyn
Menyatakan bahwa hukum yang ideal
adalah hukum yang mengejakan tentang penyelesaian sengketa.
3.
Jerome
Frank (1869-1957)
Yakni
tidak perlu selalu menjaga prekredibilitas putusan, hakim membuka diri untuk
memutuskan berbeda di tiap kasus.Paling ekstrem Menurut Frank, Holmes dan
Llewellyn dinilainya hanya RULE SKEPTICS, seorang realis harusnya
FACT-SKEPTICS. Skeptisme kaum realis :
Apakah
mungkin ada aturan yang berlaku general sebagai PREMIS MAYOR? Rule-skepticism
karena :
- Hukum tidak bekerja
seperti bunyi undang-undang
- Konsep “the rule of law”
hanyalah teoritis; yang berlaku “the rule of the ruler”
- The have always comes out
ahead
Fact Skeptics
Apakah ada
kemampuan secara tepat merekonstruksi fakta-fakta sebagai PREMIS MINOR? (karena
fakta-fakta diarahkan menurut rancangan si pembuat undang-undang. Sehingga
ukurannya adalah:
a.
Setiap
kasus adalah unik adanya fakta kemajemukkan yang harus diperhatikan.
b.
Hukum
ditentukan oleh struktur kasus atau pendekatan mikro.
c.
Kemampuan
merekonstruksi fakta makin jauh setelah kasus memasuki pengadilan banding.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar