Aliran-Aliran Berpikir Filsafat
Materialisme
Realitas
ada karena materi. Materi itulah yang abadi sebagai realitas.
Contoh:
·
Demokritos (460-370 SM)
: sebagai pencetus teori atom.
Sesuatu yang ada
(materi) hanya lahir dari materi. Materi terkecil adalah atom, bergerak dalam
ruang kosong dan dinamis. Tercipta hukum-hukum alam.
·
Didukung oleh Thomas
Hobbes (1588-1679).
Semua fenomena
adalah materi, termasuk kesadaran dan jiwa (berasal dari gerakan partikel kecil
dalam otak) disebut mekanisme.
·
Diperkuat Isaac Newton
(1642-1727).
Menemukan
prinsip mekanisme yang sama dalam alam. Tak ada kehendak bebas, semua sudah
ditentukan disebut determinisme.
Alam semesta bekerja
melalui mekanisme tersendiri. Gerakan materi-materi.
Karl Marx (1818-1883)
menghubungkan pertumbuhan sejarah dengan ekonomi. Menurut Hegel, sejarah
digerakkan oleh dialektika ide-ide, perubahan materi karena perubahan ide (Idealisme).
Sedangkan menurut Marx, sejarah digerakkan oleh dialektika materi, perubahan
ide karena perubahan materi (materialisme).
Dalam sejarah, “ide”
selalu hadir karena ada materi. Kekuasaan riil atas materi (ekonomi) mengubah
sejarah yaitu materialism historis. Dasar masyarakat: hubungan dialektika
antara materi, ekonomi, dan sosial merupakan materialism dialektik. Dasar tersebut
tercermin dalam suprastruktur masyarakat, berupa agama, seni, filsafat, hukum,
lembaga, dan lain-lain.
Menurut Charles Darwin,
manusia adalah materi yang berevolusi melalui proses dialektika. Hanya yang
bisa menang dalam berevolusi yang bisa bertahan.
Menurut Ludwig
Feuerbach, teori proyeksi (manusia memproyeksikan keinginannya dalam berbagai
bentuk, salah satunya: Tuhan (antropoteisme). Jadi, sesuatu yang nonmateri =
hasil proyeksi semata (ilusi).
Menurut Karl Marx,
penguasa materi adalah penguasa dalam sejarah. Teori sosial politis (proyeksi
tentang Tuhan tercipta akibat tekanan masyarakat. Untuk itu, struktur
masyarakat perlu diubah. Agama adalah candu).
Menurut Sigmund Freud,
psikoanalisis membuktikan manusia yang menyakini sesuatu yang nonmateri adalah
penderita gangguan jiwa.
Menurut Nietzsche,
untuk dapat memenangkan persaingan, manusia harus berperilaku sebagai tuan,
bukan budak.
Menurut Feuerbach dalam
mengkritik teologi kristiani yang dalam bukunya Essence of Chrisianity. Teologi = antropologi yaitu ketika manusia
berbicara tentang realitas Tuhan, sesungguhnya manusia berbicara tentang
dirinya sendiri; manusia membutuhkan objek adalah manifestasi hakikat manusia;
tuhan adalah objek kesadaran manusia tentang kemanusiaannya (baik-buruk,
suci-dosa, dan lain-lain); tetapi kesadaran ini dirusak oleh agama
formal-monoetis karena menarik demarkasi antara manusia dan tuhan; logika agama
adalah oposisi biner yaitu untuk menegatifkan manusia perlu Tuhan yang positif,
untuk menyatakan manusia mahluk berdosa perlu Tuhan yang mahasuci. Jadi, agama
telah mengasingkan manusia dari kemanusiaannya).
Menurut
Sigmund Freud, manusia terdiri dari unsur rasional dan irasional; unsur
irasional ada di alam bawah sadar manusia. Dalam unsur irasional terdiri dari
instink, berupa: instink untuk hidup (eros=seks)
dan instink untuk mati (thanatos=agresif,
destruktif, dan lain-lain).
Idealisme
Realitas
ada karena ide (gagasan). Ide itulah yang abadi sebagai realitas. Contoh: Plato
(428-347 SM), pasti ada realitas di balik dunia materi. Itulah bentuk (pola)
yang abadi = ide.
Dalam
pemikiran Plato, melihat dua sisi dunia yaitu dunia idea (objek bagi rasio /
tidak berubah) atau disebut platonic
world. Dunia fisik; semu (objek bagi indra atau selalu berubah) disebut
dengan physical world. Alam fisik di
dunia adalah baying-bayang dari alam yang ideal. Jadi yang real menurut Plato
adalah Platonic World. Dari aspek
ini, Plato tidak sepenuhnya bisa dianggap penganut idealisme, melainkan lebih
sebagai dualisme.
Contoh
lainnya: menurut Hegel (1770-1831), ide = pikiran, roh terus bekerja, berubah,
berdialektika (dialektikadalam bahasa Yunani = dialog) disebut idealism-
spritualisme.
Kelahiran
= tesis , kematian = antithesis, dialektika ini adalah proses menjadi kearah
yang lebih baik. kehidupan (makin berkualitas) = sintesis.
Menurut
Immanuel Kant (1724-1804), kesadaran manusia terdiri dari:
·
Thinking
rasio
murni (alam / law of nature).
·
Volition moralitas
(memungkinkan adanya kebebasan / law of moral). Dalam filsafat lebih di pakai.
·
Feeling
estetika (menilai / power judgement).
Contoh:
ü Ada
garis pembatas antara benda itu sendiri (das
Ding an sich) dan benda yang teramati (benda itu bagiku).
ü 1
= materi pengetahuan, 2 = bentuk pengetahuan.
ü Kita
memang tidak tahu pasti apa yang kita alami, tetapi kita dapat mengetahuinya
yang terjadi ada dalam ruang dan waktu, berlaku hukum kausalitas.
Rasionalisme
Sumber
pengetahuan adalah rasio (akal budi) manusia.
Tokoh
rasionalisme yang terkenal dengan slogan “Cogito ergo sum” pada zaman modern
yaitu Rene Descartes (1596-1650):
·
Mulailah dari keraguan
(skeptisisme)
·
Cogito ergo sum, rasio
adalah indicator kebenaran yang universal (logika), bahkan indicator baik-buruk
secara moralitas (etika)
·
Metodenya harus pasti, yakni metode matematika skeptisisme metodikal (metodologikal) =
menggunakan keraguan untuk mencapai pengetahuan sejati.
·
Berangkat dari intuisi
(sesuatu yang tak terbantahkan secara rasional) dan deduksi.
Ada
tiga persyaratan keyakinan Descartes yaitu:
1. Kepastian
= kemustahilan untuk dibantah, harus rasional, jelas, dan berbeda dari
keyakinan lainnya. Rasio manusia mampu melakukan ini karena sudah bawaan (teori
ide innate), contoh: kepastian tentang Tuhan, benda-benda fisik, hukum kausal.
2. Kepastian
= keyakinan terakhir, tidak digantungkan pada keyakinan lainnya.
3. Kepastian
= harus tentang sesuatu yang eksis.
Empirisme
Sumber
pengetahuan adalah pengalaman manusia, melalui observasi inderawi.
Menurut
John Locke (1632-1704), dua pertanyaan besar Locke:
1. Dari
mana kita mendapat pengetahuan kita?
2. Apakah
kita dapat mempercayai hasil pengamatan
indera kita?
1. Tak
ada ide bawaan. Tabula rasa.
Pengalaman itulah yang direfleksikan menjadi ide yaitu pengetahuan sederhana.
2. Apa
yang didapat dari indera itu, tidak ditanggapi pasif oleh rasio. Rasio
mengolahnya yaitu pengetahuan kompleks.
Tapi
ada juga pengetahuan yang objektif (kualitas primer), seperti: luas, berat,
gerakan, dan jumlah (mengikuti Descartes). Indera manusia pada umumnya sampai
pada subjektivitas (kualitas sekunder).
Tabula rasa
merupakan papan yang diratakan, terjemahan bebas: papan yang masih bersih.
Rado, rasi rasum:
menggores, mengikis, meratakan, melicinkan. Dulunya orang Romawi menulis pada
papan (tabula) lilin yang mudah dihapus.
Menurut
George Berkeley (1685-753), pengalaman bukan mempersepsikan fisik benda, tetapi
persepsi tentang sifat (kaulitasnya) saja. Jadi, tak ada kulaitas primer, yang
ada kualitas sekunder saja.
Menurut
David Hume (1711-1776), ada dua jenis persepsi manusia yaitu:
1. Kesan
= persepsi inderawi (dengan kesadaran tinggi).
2. Gagasan
= ingatan atas persepsi itu.
Gagasan
& kesan terdiri dari:
1. Gagasan
sederhana (tunggal), muncul dari kesan sederhana, langsung terkait dengan satu
konsep tertentu.
2. Gagasan
kompleks, muncul dari kesan kompleks. Tak terakit langsung pada satu konsep,
tetapi bisa dipecah menjadi banyak gagasan sederhana.
Jadi,
jika tidak ada kesan, tidak ada gagasan. Jika ada gagasan tanpa kesan, gagasan
itu tanpa makna. Terapka untuk gagasan: Tuhan, surga, dan lain-lain.
Manusia
terbiasa membuat gagasan-gagasan kompleks, melaalui tiga cara, yakni atas
dasar:
1. Kemiripan
Gagasan tentang
figure Aristoteles
Gagasan tentang
pemikiran Aristoteles
2. Kedekatan
Gagasan tentang
kuda yang berlari
Gagasan tentang
pemikiran Aristoteles
3. Kausalitas
Gagasan tentang
luka
Gagasan tentang rasa
sakit
Gagasan
kompleks = kebiasaan dan harapan. Hukum kausal = harapan. Antara saya dan anak
berusia 2 tahun, siapa yang lebih senang melihat pertunjukkan sulap?
Gagasan
yang paling tinggi adalah gagasan kompleks, sedangkan gagasan dibangun dari
empiris.
Positivisme
Positivisme
identik dengan empirik. Keterkaitan antara rasio dengan empirik yaitu mempunyai
hubungan emosi. Imanen itu lawan dengan transenden.
Menurut
August Comte, hukum terdapat tiga tahap dalam peradapan manusia yaitu:
1. Tahap
teologis (fiktif)
2. Tahap
metafisis (abstrak)
3. Tahap
positivis (riil)
Yang tertinggi adalah
tahap positivis. Sehingga positivisme menjadi main stream dari zaman modern.
Positif berarti :
·
Kenyataan (khayal) objek
kajian tunggal
·
Kepastian (keraguan) keseimbangan logis
·
Ketepatan (kekaburan) kejelasan pengertian
·
Kemanfaatan (sekedar rasa ingin tahu) penataan, penertiban
5 asumsi dasar
positivism yaitu:
1. Logiko
empirisme
Kebenaran =
pembuktian lewat empiri
2. Realitas
objektif
Satu realitas
saja! Subjek-objek terpisah (tiada tempat untuk interpretasi subjektif). Jadi
dalam realitas objektif tidak ditentukan subjek tetapi objeknya.fungsi realitas
objektif diharapkan objeknya tunggal.
3. Reduksionisme
Setiap objek
dapat diamati dalam satuan kecil. Jika tidak, itu bukan realitas (misal:
Tuhan). Reduksionisme pada zaman modern diarahkan ke hukum-hukum fisika (menuju
unified science). Reduksionisme dapat diamati dengan bagian-bagian terkecil.
Reduksionisme pertama mengacu objek itu apa dan mengantarkan logical positivism
ke aliran filsafat hukum. Jadi reduksionisme itu objek pengetahuan.
4. Determinisme
Keteraturan
dunia karena hukum kausalitas yang linear. Dengan ilmu, dunia dapat dikendalikan!
Determinisme
tidak ada kebebasan. Determinisme itu aliran yang sudah ditetapkan melalui
hukum-hukum kausalitas. Determinisme perlu dikuasai oleh siapapun agar bisa
dikontribusi dari pihak manapun.
5. Asumsi
bebas nilai
Asumsi bebas
nilai merupakan konsekuensi logis dari realitas objektif.
Tak ada tempat
untuk subjektivitas, sehingga nilai-nilai tak relavan. Ilmu selalu bebas nilai!
Intuisionisme
Indikasi intuisi
bekerja yaitu:
1. Frekuensi
terjadinya peristiwa itu sangat jarang (langka)
2. Datangnya
tidak dapat diprediksi
3. Subjek
mengenal secara mendalam peristiwa yang tengah dihadapi
4. Subjek
menangkap sinyal-sinyal tidak lazim
5. Semua
diproses dalam alam bawah sadar
6. Muncul
perasaan tidak tenang
7. Yakin
Memori dalam alam bawah
sadar, tanpa disadari otak menyimpan banyak data sebagai memori. Data ini dapat
menuntun kita untuk bertindak secara intuitif.
Intuisionisme menurut
Henry Bergson (1859-1941), intuisi sebagai filsafat hidup. Intuisi merupakan
naluri yang tak terpengaruh, sadar diri, mampu merenungkan objeknya dan
memperluasnya secara tak terbatas.
Intuisionisme menurut
Edmund Husserl (1859-1938), intuisi fenomenologis. Fenomena (gejala) hanya
mungkin ditangkap dengan intuisi (tanpa melalui tahap-tahap penyimpulan
inferensial).
Fenomenologi itu
melihat segala sesuatu sebagai gejala (ilmu pun gejala = bentuk tertentu
kesadaran manusia). Apa yang menampakkan diri dalam dirinya sendiri.
Fenomenon merupakan
sesuatu yang tampak (phainomai dalam bahasa Yunani) yaitu memperlihatkan diri.
Edmund Husserl (Ceko,
1859-1938) sebagai pelopor, dikemabangkan oleh Max Scheler (1874-1928), Martin
Heidegger (1889-1976), Sartre (1905-1980), Marleau Ponty (1908-1961).
Husserl: “Zu den Sachen selhst” (kembali ke
benda-benda itu sendiri). Objek-objek harus diberi kesempatan untuk berbicara.
Femenologi mencari Wesenschau (melihat secara intuitif
hakikat dari gejala-gejala). Supaya intuisi dapat menangkap hakikat objek-obejk
itu, diperlukan tiga reduksi yaitu:
1. Reduksi
fenomenologis; singkirkan segala sesuatu yangsubjektif. Apa yang merupakan
hakikat (nilai, konsep) ditentukan oleh objek itu sendiri. Biarkan objek itu
sendiri yang bicara. (melalui relasinya dengan objek lain).
2. Reduksi
eiditis; singkirkan pengetahuan yang terlanjur ada tentang objek itu, termasuk
hipotesis. Dengan cara ini, kita dapat mencapai yang inti, bukan yang masih
ragu-ragu.
3. Reduksi
transenden; singkirkan seluruh tradisi pengetahuan.
Pada
abad ke-20, Intuisi makin berperan dalam mencerna pengetahuan. Tidak ada
realitas yang objektif, yang ada hanya fenomena. Dalam fenomenologi, manusia
bukan pusat segalanya. Ada banyak pusat. Eksistensi ditentukan oleh
ko-eksistensi. Pengetahuan adalah kontruksi logika atas data inderawi (baik
yang factual maupun yangbersifat mungkin). Jika dibandingkan dengan
eksistensialisme, dimana manusia adalah ukuran segala yang eksis. Keberadaan
benda lainnya baru bermakna dalam kaitannya dengan manusia (=eksistensialisme).
Hakikat manusia ditentukan eksistensi masing-masing individu itu selama di
dunia. Jadi, yang ada hanya hakikat manusia konkret masing-masing (individu,
subjektif). tidak ada hakikat manusia pada umumnya. Pngetahuan adalah subjekti,
interperatif.
Etika
Deontologis: ukuran baik-buruk di ukur langsung dari tindakan fisik. Menurut
Kant, moralitas memerlukan keadilan, yang hanya dapat ditetapkan oleh Tuhan.
Jadi, nilai moral hanya ada selama manusia bertindak atas dasar rasa kewajiban
yang disebut imperative kategoris (lawan dari imperatif hipotesis). Kewajiban
moral, keharusan.
Disebut
de-ontologi karena etika ditempatkan sebagai displin otonom, bukan sains dan
ontologism. Deon dalam bahasa Yunani yang berarti Kewajiban.
Beberapa
kutipan etika deontologist yaitu:
1. Menurut
Kant (Formalism): “benar adalah kehendak rasional dari tugas seseorang untuk
sebuah kewajiban”.
2. Menurut
Epictetus (Stoisisme): “benar adalah kepasrahan terhadap kewajiban dan tidak
peduli terhadap akibatnya”.
3. Menurut
ST. Paul (Etika Kristen): “benar adalah ketaatan kepada kehendak Tuhan”.
4. Menurut
Royce (Idealisme): “benar adalah loyalitas untuk kepentingan loyalitas itu
sendiri”.
5. Menurut
Butler (Intuisionisme): “setiap orang dapat menemukan hukum benar dalam dirinya
dan rasa kewajiban untuk melakukannya”.
Dua
kriteria etika deontologist yaitu:
1. Deontologis
Tindakan: dalam keadaan ini, saya harus melakukan ini dan memang menjadi
kewajiban saya untuk melakukannya. Dimana keadaan bisa berbeda-beda, tak bisa
dijadikan dasar. Harus ada aturan yang berlaku pada segala keadaan.
2. Deontologis
Aturan: standar tindakan benar/salah adalah aturan. Jadi saya melakukan ini
karena sesuai dengan standar dalam aturan. Dimana tidak ada aturan yang bisa
berlaku untuk semua keadaan. Terkadang perlu pengecualian. Mengarah ke etika
situasi.
Etika
Teleologis: ukuran baik-buruk diukur kemudian dari akibat tindakan. Manusia
berbuat karena pamrih tertentu = imperatif hipotesis. Etika teleologis juga
dapat dibedakan menjadi dua yaitu utilitatianisme tindakan dan utilitarianisme
aturan.
Imperatif
kategoris (tindakan): kewajiban. Misalnya: antrian itu merupakan kewajiban.
Imperatif
hipotesis (aturan), misalnya: mematuhi lalu lintas.
Beberapa
kutipan etika teleologis yaitu:
1. Menurut
Plato & Aristoteles (Eudaemonisme): “baik adalah kesenangan atas sesuatu
yang baik; pemenuhan tujuan seseorang”.
2. Menurut
Epicurus (Egoistis): “ baik adalah kesenangan (terutama dalam pikiran), tanpa
rasa sakit”.
3. Menurut
Bentham & Mill (Utilitarianisme Hedonistis): “baik adalah kebahagiaan
tertinggi untuk orang terbanyak”.
4. Menurut
Moore (Utilitarianisme Ideal): “baik itu tidak bisa dijelaskan, tetapi terkait
dengan akibat yang ideal”.
5. Menurut
Spinoza & Spencer (Utilitarianisme Evolusioner): “menjadi baik berarti
melakukan aktivitas tertentu secara efisiensi; perbuatan yang baik ditentukan
oleh yang kemudian secara evolusioner, dan perbuatan yang lebih kompleks lagi
sesudah itu”.
Etika
Situasi:
·
Bergantung situasi.
·
Tidak ada ukuran yang
pasti.
·
Tidak ada otoritas
masyarakat yang dapat mewajibkan secara mutlak.
·
Otoritas itu hanya
berlaku dengan syarat. Dipakai atau tidaknya bergantung kesadaran moral individu
menurut situasi masing-masing.
·
Etika situasi menuju ke
etika fenomenologis (berfungsi sebagai meta-etika).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar